Langsung ke konten utama

Hakim Konstitusi Tolak Permohonan Uji Materi yang Diusulkan PSI

Seluruh Hakim Konstitusi menjalani sidang permohonan uji materi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Sumber: akurat.co)

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengajukan uji terkait frasa 'citra diri' yang tertuang dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terhadap UUD 1945.

"Amar putusan mengadili, dalam pokok perkara, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ungkap Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Anwar Usman (24/1/2019).

MK berpendapat bahwa permohonan PSI berkenaan dengan inkonstitusionalitas norma Pasal 1 angka 35 UU Pemilu sepanjang frasa 'dan atau citra diri' tidak beralasan menurut hukum.

MK mengatakan bahwa dalam UU No. 48 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dijelaskan bahwa kampanye yang menampilkan citra diri calon atau pasangan calon tanpa mencantumkan visi, misi atau programnya, dapat terhindar dari pengawasan penyelenggara Pemilu.

Oleh sebab itu, untuk mengatasi kelemahan regulasi pemilu sebelumnya, UU Pemilu kemudian mengadopsi frasa 'citra diri' dalam Pasal 1 angka 35 UU Pemilu.

Dengan dimasukkannya frasa tersebut, maka tidak ada lagi kampanye Pemilu yang tidak dapat diatur dan diawasi.

(Sumber: Google)

"Dalam konteks ini, regulasi Pemilu sesungguhnya hendak menjaga agar kampanye berjalan secara adil dan dapat diawasi sehingga dapat menopang berjalannya pemilu secara jujur dan adil," ujar Hakim Konstitusi.

Dengan demikian, MK menyebutkan tidak ada lagi peserta atau pihak lain yang mencoba untuk memanfaatkan celah hukum yang ada untuk berkampanye secara terselubung. Semuanya akan terjangkau oleh lembaga pengawas Pemilu.

MK juga berpendapat bahwa keberadaan frasa 'citra diri' sesungguhnya juga tidak membuka ruang untuk tindakan sewenang-wenang dari penyelenggara Pemilu.

Hal tersebut akan sangat sulit terjadi, sebab maksud yang dikandung frasa 'citra diri' telah sangat jelas dan mencakup segala tindakan peserta pemilu terkait pencitraan dirinya.

Kendati demikian, bila dalam pelaksanaan penyelenggara Pemilu penerapan norma tersebut dilakukan secara berbeda kepada peserta Pemilu, MK menilai hal itu lebih sebagai pelanggaran terhadap prinsip profesionalitas penyelenggara Pemilu dan bukan masalah konstitusionalitas norma.


Sumber: akurat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ahok Bakal Jadi Ketua Tim Ibukota Baru, Kominfo: Itu Hoaks

Adakah Hubungan Alis dengan Kepribadian Seseorang?

Pasca Kebakaran, Pelabuhan Muara Baru Seperti Kota Mati