Langsung ke konten utama

Indonesia Janjikan Akan Bangun Kota yang Ramah Lingkungan

(Sumber: bisnis.com)

High Level Seminar on Sustainable Cities (HLS-SC) ke 10 kali ini diadakan di Bali tanggal 21-22 Januari 2019. Acara yang diadakan setiap tahun sejak 2010 ini dalam kerangka East Asia Summit (EAS).

Mewakili Menteri LHK, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati membuka secara resmi kegiatan ini di Nusa Dua (21/1). 

Dalam sambutannya, Vivien menyampaikan bahwa sejak 2017, HLS-SC memperluas fokusnya ke sifat multi-dimensi pembangunan kota. 

Selain masalah lingkungan, HSL-SC juga fokus untuk menyelaraskan perencanaan pembangunan dengan Agenda 2030 tentang Pembangunan Berkelanjutan, khususnya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

Vivien menerangkan, pada tahun 2045 sebanyak 82,37% penduduk Indonesia diproyeksikan akan tinggal di perkotaan. Sejak tahun 2015, proporsi penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan lebih besar daripada yang tinggal di desa yaitu sebesar 59,35%. 

Hal tersebut akan berdampak pada timbulan sampah dan limbah padat di perkotaan akibat aktivitas manusia. Menurut Vivien, sampah dan limbah tidak hanya mempengaruhi kualitas kesehatan dan lingkungan pada tingkat lokal, namun juga pada tingkat global.

Mengurangi sampah dengan 3R (Sumber: antaranews.com)

“Terutama sampah plastik yang telah menyebar secara global melalui laut dan mencemari kehidupan laut,” jelas Vivien.

Oleh karena itu, Indonesia telah berkomitmen untuk menangani sampah dan limbah. Hal ini tercermin dari Perpres No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Peraturan ini mengamanatkan pemerintah pusat sampai pemerintah daerah harus mampu mengelola 100% (pengurangan sampah 30% dan penanganannya 70%) dari limbah padat yang dihasilkan secara nasional pada 2025. Pada dasarnya, peraturan ini memberikan pedoman untuk mengelola timbulan sampah.

Menyoal sampah di laut, Indonesia adalah negara kepulauan dan menganggap laut adalah aset vital. Vivien menegaskan bahwa masalah puing-puing plastik laut telah menjadi salah satu prioritas untuk diselesaikan.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Peraturan tersebut bertujuan mengurangi 70% kebocoran sampah ke laut pada tahun 2025.

Pencemaran laut oleh sampah (Sumber: dictio.id)

Lebih dari 50% kotamadya dan ibu kota kabupaten di Indonesia terletak di pantai. Sebagian besar timbulan sampah berasal dari daerah perkotaan. Oleh karena itu, pengelolaan sampah yang tepat harus diterapkan di kota-kota tersebut untuk mengurangi dan mencegah timbulnya sampah, terutama sampah plastik ke laut.

Berdasarkan peraturan di atas, Indonesia mengembangkan dan menerapkan kebijakan dan strategi untuk mengelola sampah, termasuk sampah plastik secara komprehensif. Di antaranya adalah melaksanakan Perluasan Tanggung Jawab Produsen atau Extended Producer Responsibility (EPR) untuk mengelola dan mengurangi penggunaan kemasan plastik dan kantong plastik.

Forum ini dihadiri oleh 200 peserta yang berasal dari negara ASEAN dan mitra (ASEAN+8) yaitu Tiongkok, Jepang, India, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Rusia. Selain itu, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya juga hadir pada acara ini.

Ini adalah kedua kalinya Indonesia menjadi tuan rumah HLS-SC, setelah tahun 2014 lalu diselenggarakan di Kota Surabaya dalam rangkaian Regional 3R Forum in the Asia and the Pacific.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ahok Bakal Jadi Ketua Tim Ibukota Baru, Kominfo: Itu Hoaks

Adakah Hubungan Alis dengan Kepribadian Seseorang?

Pasca Kebakaran, Pelabuhan Muara Baru Seperti Kota Mati