Langsung ke konten utama

Pemprov DKI Ambil Alih Pengelolaan Air Bersih di Jakarta

Gubernur DKI Jakarta mengumumkan pengambilalihan Aetra-Palyja (Sumber: akurat.co)

Pemprov DKI Jakarta mengambil alih pengelolaan air bersih di yang selama ini dilakukan oleh PT Aetra Air Jakarta dan PT Palyja. Pengambilalihan ini direkomendasikan oleh oleh Tim Evaluasi Tata Kelola Air yang dibentuk untuk menyelesiakan polemik air bersih di Jakarta.

Gubernur Anies mengatakan, pemenuhan kebutuhan air bersih adalah hak dasar warga Jakarta. Hal itu merupakan prioritas Pemprov DKI. Oleh karena itu, sikap Pemprov DKI jelas, yakni mengambil alih pengelolaan air di Jakarta.

“Ini juga sekaligus mendukung tercapainya percepatan target perluasan cakupan layanan air bersih,” ujar Anies.

Langkah pengambilalihan ini amat penting. Untuk mengoreksi perjanjian yang dibuat pada tahun 1997 lalu. Karena setelah perjanjian kerja sama dengan swasta berjalan selama 20 tahun, pelayanan air bersih tidak berkembang sesuai harapan.

Di antaranya, cakupan pelayanan tidak tercapai dari target 82% yang dijanjikan, dan tingkat kebocoran air mencapai 44.3%. Kebocoran tersebut menjadikan Jakarta dengan salah satu kebocoran air tertinggi dari kota-kota metropolitan dunia.

“Sementara pihak swasta diberikan jaminan keuntungan yang akan terus bertambah jumlahnya setiap tahun. Ketidakadilan perjanjian ini merupakan perhatian kami,” ujarnya.

Anies juga menginstruksikan kepada Dirut PAM Jaya dan Tim Evaluasi Tata Kelola Air untuk mempersiapkan langkah teknis pengambilalihan pengelolaan air di Jakarta. Sesuai dengan semangat keputusan MK Tahun 2013 dan PP 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.

(Sumber: aktual.com)

Pada kesempatan yang sama, anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Nila Ardhianie mengatakan, tim menemukan perjanjian kerjasama (PKS) yang dibuat tahun 1997 tersebut mengandung beberapa ketidakadilan.

Seperti adanya hak ekslusifitas yang menyebabkan Pemprov DKI Jakarta kehilangan kontrol kewenangan atas pengelolaan air bersih. Kemudian pengelolaan keseluruhan tata kelola air dilaksanakan sepenuhnya oleh mitra swasta, mulai dari produksi sampai pelayanan pelanggan.

PAM Jaya bersama dengan PT Aetra sendiri sudah melakukan revisi perjanjian dengan master agreement untuk menurunkan tingkat IRR dari 22% menjadi 15,8%. Apabila tidak terbayarkan pada akhir perjanjian, maka tidak akan menuntut pemenuhan pembayaran. Namun penyesuaian ini tidak terjadi dengan Palyja.

Berdasarkan kajian komprehensif yang meliputi aspek hukum, aspek ekonomi, serta optimalisasi dan keberlanjutan air bersih, Tim Tata Kelola Air menggambarkan 3 pilihan kebijakan dan konsekuensinya. Yaitu status quo/membiarkan kontrak selesai sampai dengan waktu berakhirnya pemutusan kontrak kerjasama saat ini, pemutusan kontrak sepihak, serta pengambilalihan pengelolaan melalui tindakan perdata.

“Opsi status quo tidak kami sarankan. Karena memiliki banyak kelemahan bagi kepentingan Pemprov DKI dan masyarakat Jakarta pada umumnya karena Pemprov DKI tidak akan mampu mencapai target penambahan layanan air perpipaan karena adanya hak eksklusivitas mitra swasta dalam investasi dan pengelolaan,” ujarnya.

Opsi pemutusan kontrak sepihak, lanjut Nila, juga bukan opsi yang realistis dari kajian legal dan pelayanan. Opsi ini mengakibatkan biaya terminasi yang besar sebagaimana yang tercantum dalam PKS, yaitu Rp 1 Triliun lebih.

“Maka opsi yang akan kami sarankan adalah pengambilalihan pengelolaan melalui tindakan perdata,” ujar dia.


Sumber: akurat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ahok Bakal Jadi Ketua Tim Ibukota Baru, Kominfo: Itu Hoaks

Adakah Hubungan Alis dengan Kepribadian Seseorang?

Pasca Kebakaran, Pelabuhan Muara Baru Seperti Kota Mati