(Sumber: Google) |
Tim redaksi pers mahasiswa Suara USU tidak menyangka jika tulisan yang terbit di website suarausu.co menjadi awal mula petaka bagi kiprah mereka di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Sumatera Utara (USU).
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu, langsung memberhentikan 17 awak redaksi pers mahasiswa Suara USU Senin (25/3) kemarin.
Keputusan diambil setelah rektorat melakukan pertemuan dengan ahli bahasa dari Fakultas Ilmu Budaya USU, pengurus hingga pembina pers mahasiswa Suara USU. Dari hasil analisis ahli, cerpen bertema pasangan LGBT dianggap bernuansa pornografi dan merusak nama baik USU.
"Tidak hanya mahasiswa dan dosen USU yang memprotes cerpen tersebut, tapi masyarakat juga menyayangkan mengapa ada tulisan itu," kata Runtung.
Lambang LGBT, warna pelangi (Sumber: panjimas.com) |
Menurutnya, rektorat sudah beberapa kali meminta kepada pengurus pers mahasiswa USU itu untuk menarik postingan cerpen tersebut. Namun permintaan tersebut tidak diindahkan oleh para pengurus.
"Satu persatu dari 17 pengurus tetap saja menyatakan bahwa cerpen tersebut adalah karya sastra yang tidak mengandung unsur pornografi," kata Runtung.
Oleh sebab itu, untuk menghindari adanya reaksi negatif dari masyarakat dan demi menjaga nama baik universitas, ke-17 pengurus pers mahasiswa USU itu diberhentikan sebagai pengelola Suara USU.
"Yang mereka (pengurus Suara USU) lakukan itu telah mencoreng nama baik kampus USU. Namun karena saya tahu, lembaga ini telah melahirkan jurnalis handal di tengah masyarakat. Maka yang saya lakukan adalah memperkuat dan akan menyaring setiap calon pengurus. Dan untuk 17 pengurus, kita berhentikan karena tidak mengakui atas kesalahan yang dilakukan," kata Runtung.
Rektor USU, Prof. Dr. Runtung Sitepu (Sumber: analisadaily.com) |
Permasalah ini bermula dari sebuah cerpen berjudul 'Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya" yang ditulis oleh Yael Stefani Sinaga pada Selasa, 12 Maret 2019. Postingan itu lalu diunggah ke media sosial Instagram @suarausu pada Senin (18/3).
Ternyata cerpen itu mendapat tanggapan dan komentar bernada penolakan dari warganet hingga sampai ke pihak rektorat USU.
“Selasa (19/3) kami dipanggil untuk menjumpai staf Majelis Wali Amanat. Dalam pertemuan itu, aku dan Widya, pemred Suara USU, diminta untuk mencabut cerpen itu.” ujar Yael saat melaporkan masalah ini kepada Aliansi Jurnalis Independen Sumatera Utara.
Meski didesak, Yael dan Widya yakin tidak ada yang salah dalam konten tersebut. Yael menyampaikan bahwa cerpen yang dia buat hanya untuk menggambarkan diskriminasi yang diterima kelompok minoritas.
Sumber: akurat
Komentar
Posting Komentar