Langsung ke konten utama

Benarkah Tinggal dengan Mertua Membuat Depresi?


(Sumber: Google)


Punya rumah pribadi mungkin menjadi salah satu cita-cita pasangan yang baru menikah. Namun, tidak sedikit pula pasangan suami istri tidak mampu membeli rumah sendiri. Solusinya? Kemungkinan paling besar ialah tinggal di rumah mertua.

Secara ekonomi, tinggal bersama keluarga pasangan Anda merupakan tindakan cerdas. Tinggal di rumah yang sudah ada berarti Anda tidak perlu repot-repot memikirkan cicilan rumah pribadi. Anda pun mengelola biaya hidup yang lebih hemat dengan pembagian biaya rumah tangga.

Namun secara emosional, tinggal bersama keluarga pasangan, dapat menjadi tekanan batin. Suasana hati, pikiran, dan perilaku anda dapat terpengaruh dengan lingkungan rumah. Privasi, rasa dekat, dan hak untuk melakukan apa yang Anda inginkan menjadi terbatas, bahkan mungkin tidak ada.

Lama-kelamaan, tekanan batin ini bisa dirasakan secara fisik. Pundak terasa berat, dada terasa sempit, perut terasa kosong. Bagaimana mungkin tinggal bersama mertua bisa memengaruhi hubungan?

Begini, saat dua orang menjalin cinta, mereka akan melalui proses adaptasi nilai. Masing-masing membawa nilai yang mendidik mereka sejak kecil. Tidak jarang, nilai-nilai antara pasangan ini bertentangan. 



(Sumber: Google)


Maka dari itu, suatu pasangan harus mampu menemukan jalan tengah dari pertentangan nilai pribadi mereka. Namun, proses sulit ini akan semakin sulit saat salah satu pasangan tinggal bersama keluarga pasangannya.

Pasangan sehat akan menyeimbangkan nilai budaya masing-masing. Saat tinggal bersama keluarga salah satu pasangan, akan ada nilai salah satu pasangan yang didominasi.

Perlu diingat, mertua dan saudara pasangan tidak selamanya berniat buruk. Mereka justru berniat memajukan hidup sang pasangan sehingga pengaruh buruk mereka kadang tidak disadari.

Apakah tinggal bersama mertua bisa membuat depresi?

Depresi bukan berarti frustrasi. Perasaan kesal yang kerap dirasakan, itu bukan depresi. Apabila Anda merasakan ketidaknyamanan, merasa ingin memiliki rumah sendiri, tidak bisa berbaur dengan keluarga pasangan, itu namanya frustrasi.

Anda pasti berpikir itu adalah depresi, nyatanya itu adalah frustasi. Pada akhirnya, Anda harus mencari solusi.



(Sumber: Google)


Menurut sosiologi, individu harus beradaptasi dengan lingkungannya, bukan sebaliknya. Anda harus memberanikan diri beradaptasi dengan lingkungan tempat Anda berada.

Anda harus berpikir sebelum memutuskan tinggal bersama keluarga pasangan. Bahkan Anda harus berpikir sebelum menikah dengan pasangan Anda, saat Anda tahu kemampuan ekonomi kalian belum cukup untuk membeli rumah sendiri.

Saat Anda tinggal bersama keluarga pasangan, Anda harus beradaptasi pada aturan, jadwal, dan norma-norma yang mungkin tidak Anda setujui tapi harus maklumi.

Ingat, secara objektif, Anda adalah “orang luar” yang datang ke rumah orang lain. Rumah yang bertahun-tahun dibina oleh orang lain.

Apabila ada nilai-nilai keluarga pasangan Anda yang tidak Anda setujui, jangan harap ada perubahan instan. Perubahan nilai seseorang bisa menjadi proses yang lama.

Saat Anda memikirkan hal tersebut, dampak gesekan yang terjadi di rumah mertua Anda tidak akan terlalu mengganggu Anda. Jangan over thinking, berprasangka, dan menjudge “mertua itu jahat”.

Tidak semuanya seburuk itu. Hubungan positif bisa tumbuh, tergantung dari seberapa ingin Anda dan keluarga pasangan Anda untuk memulainya.


Sumber: AyoBandung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ahok Bakal Jadi Ketua Tim Ibukota Baru, Kominfo: Itu Hoaks

Adakah Hubungan Alis dengan Kepribadian Seseorang?

Pasca Kebakaran, Pelabuhan Muara Baru Seperti Kota Mati