(Sumber: twimg.com) |
Seiring perkembangan zaman, tak sedikit orang yang mendiagnosa sendiri penyakitnya lewat mesin pencari di internet. Kebiasaan ini, jika sudah mencapai titik berlebih disebut cyberchondria.
Menurut dokter Jonathan Adelstein dari Northwestern Memorial Hospital, mencari sendiri informasi kesehatan lewat internet bisa memicu kecemasan.
"Banyak gejala yang sama mengindikasikan penyakit yang berbeda-beda dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda pula," kata Adelstein.
"Misalnya saja, jika pasien mengetik 'batuk' di Google, mereka bisa menemukan berbagai penyakit mulai dari flu hingga kanker paru-paru," sambungnya.
Tanpa informasi yang lebih spesifik dari dokter sungguhan, pasien tak paham bagaimana menilai gejala mereka. Akibatnya, mereka justru menjadi semakin cemas, ngotot, bahkan obsesif pada diagnosis yang mereka putuskan sendiri.
(Sumber: Google) |
Menurut riset tahun 2013 oleh Pew Research Center, tercatat ada 72% pengguna internet mencari informasi kesehatan di dunia maya. Sementara itu, ada 35% orang dewasa di Amerika Serikat menggunakan internet untuk mendiagnosa penyakitnya sendiri, bahkan penyakit orang lain.
"Cyberchondria tak boleh diabaikan saat sudah di tahap obsesif. Saat pasien terlanjur penasaran dan tak bisa berhenti memikirkannya, mereka akan mengorbankan waktunya, termasuk jam kerja dan waktu berkumpul bersama keluarga. Mereka akan terus-terusan mencari cara penyembuhan atau membaca artikel penyakit yang bahkan tak mereka miliki. Tak hanya itu, pasien akan mencoba mencari obat atau perawatan alternatif untuk penyakitnya," tandas Adelstein.
Hal itulah yang nantinya bisa berujung pada penyakit jiwa seperti 'Obsessive Compulsive Disorder (OCD)'. Terlebih lagi, mereka jadi kurang percaya pada dokter sungguhan karena terlanjur yakin pada informasi yang mereka temukan sendiri di internet.
Mencari informasi kesehatan di dunia maya sah-sah saja. Namun, ada hal-hal yang harus dikonsultasikan langsung dengan dokter untuk memastikan diagnosisnya.
Sumber: akurat
Komentar
Posting Komentar