Presiden Joko Widodo dinilai belum perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Guru besar hukum Universitas Borobudur Jakarta, Faisal Santiago, mengatakan Perppu dapat dikeluarkan jika memenuhi sejumlah persyaratan. Di antaranya adalah apabila negara dalam keadaan genting atau adanya kekosongan hukum, maka presiden sebagai kepala negara bisa mengeluarkannya.
Menurut Faisal, kondisi seperti yang disebutkan itu tidak terjadi saat ini, sehingga Presiden Jokowi tidak perlu mengeluarkan Perppu. Jika tetap dipaksakan, dia menilai justru akan menjadi preseden buruk bagi sistem ketatanegaraan Indonesia.
"Sebagai negara hukum, sudah ada saluran hukumnya, yaitu judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi). Bukan sebentar-sebentar ada demo, terus dibuat Perppu," kata Faisal.
(Sumber: detik.com) |
Faisal juga mengatakan, melakukan amandemen atau revisi UU adalah hal yang biasa bagi Indonesia yang merupakan negara hukum guna melakukan perbaikan-perbaikan agar menjadi lebih baik.
"Sudah selayaknya UU KPK direvisi karena sudah tidak relevan lagi antara kondisi tahun 2002 dan 2019," ujar Faisal.
Faisal menyarankan agar presiden tidak mengeluarkan Perppu terkait pengesahan revisi UU KPK. Dia juga mengimbau para pihak yang tidak setuju dengan UU KPK supaya melakukan langkah hukum di MK.
Lembaga yudikatif itu baru dapat menerima uji materi UU KPK setelah undang-undang tersebut masuk lembaran negara.
Sumber: akurat.co
Komentar
Posting Komentar